Sabtu, 21 Maret 2015

SISTEM PERNAPASAN

Pernapasan umumnya dianggap sebagai proses menghirup oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Tapi sebenarnya, pernapasan bukan sekedar itu. Pernapasan juga melibatkan sel yang membutuhkan oksigen untuk metabolism yang menghasilkan energy untuk pertumbuhan, pertahanan, pembelahan, dll. Sebagai sisa metabolism sel menghasilkan zat sisa; karbondioksida yang nantinya akan dibawa lagi ke udara bebas. Proses membawa seperti ini pastinya membutuhkan pembawa, untuk itu system pernapasan berhubungan dengan system sirkulasi, melalui darah yang mengandung hemoglobin untuk mengikat oksigen dan karbondioksida. Selain itu, system pernapasan juga berperan mengatur pH darah, mengandung reseptor penciuman, menyaring udara, produksi suara, dan juga mengeluarkan sedikit air dalam fase gas.

FUNGSI SISTEM PERNAPASAN
Ada 5 fungsi utama system pernapasan:
1.      Pertukaran gas antara darah dan udara melalui kapiler di alveolus
2.      Membawa udara dari luar ke kapiler selama proses pernapasan
3.      Melindungi organ pernapasan dari dehidrasi, ancaman dari luar, dan melindungi dari infeksi.
4.      Memproduksi suara
5.      Mengandung reseptor bau (hidung)
Kapiler paru juga berperan mengatur volume dan tekanan darah dengan merubah angiotensin I jadi angiotensin II. 

Alveolus sebagai tempat terjadinya difusi gas
Alveolus memiliki 2 lapisan epitel; tipe I squamous ephitel yang berfungsi untuk pertukaran gas, tipe II cuboid ephitel yang memiliki mikrovili dan menghasilkan cairan alveolus. Di dalam cairan alveolus terdapat surfactant (phospholipid dan lipoprotein) yang berfungsi mengurangi tekanan cairan alveolus sehingga menurunkan kecendrungan alveolus untuk collapse. Di permukaan luar alveolus terdapat kapiler-kapiler yang terdiri dari selapis endotel dan membrane basal. Di dinding alveolus terdapat makrofag yang berfungsi memfagosit partikel debu yang terbawa masuk. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara paru-paru dan darah terjadi secara difusi di alveolar dan dinding kapiler yang bersama membentuk membrane respiratory.
Membrane respiratory terdiri dari 4 lapis:
1.      Dinding alveolar
2.      Epitel membrane basal
3.      Kapiler membrane basal
4.      Kapiler endotel
Paru-paru memiliki 300 juta alveolus dengan luas permukaannya di masing-masing paru sekitar 70 m2. Ini memungkinkan pertukaran gas terjadi dengan cepat.

Pendarahan paru-paru
Paru-paru menerima darah dari 2 arteri; arteri pulmonalis dan arteri bronkial. Permukaan respirasi menerima darah dari pembuluh darah sirkulasi pulmonal, arteri pulmonalis yang membawa darah de-oksigenasi. Permukaan konduksi menerima darah dari arteri bronkialis yang merupakan cabang dari aorta thoracalis, dan meninggalkan paru-paru melalui vena pulmonalis mencampuri darah teroksigenasi. Tekanan darah di sirkulasi pulmonal biasanya rendah, sekitar 30 mmHg. Akibatnya, pembuluh darah pulmonalis mudah tersumbat oleh bekuan darah kecil, lemak, atau gelembung udara di arteri pulmonalis. Sumbatan tersebut jika tidak segera ditangani akan menghalangi aliran darah ke beberapa bagian alveolus, keadaan ini disebut emboli paru. Jika emboli bertahan untuk beberapa jam, alveolus akan benar-benar collapse. Jika sumbatan terjadi di pembuluh mayor tahanan pembuluh akan meningkat yang akan memberikan tekanan pada atrium kanan sehingga gagal jantung bisa terjadi. Saat hypoxia, pembuluh darah pulmonalis akan menyempit( mempercepat aliran darah) sedangkan pembuluh darah lain di tubuh akan melebar (memperbanyak darah yang mengalir).

Respirasi eksternal dan respirasi internal
Tujuan utama dari system respirasi adalah respirasi eksternal, yaitu pertukaran udara lingkungan dari dan ke cairan interstisial. Sedangkan pernapasan internal merupakan proses dalam sel itu sendiri, penggunaan oksigen dan pelepasan sisa berupa karbondioksida. Ini terjadi di mitokondria sel, biasa disebut respirasi seluler yang menghasilkan ATP sebagai sumber energy. Terdapat 3 langkah utama dalam respirasi eksternal: 1) Ventilasi, perpindahan udara dari dan ke luar tubuh; 2) Difusi, antara alveolus dan kapiler serta antara kapiler dan jaringan; 3) Transport oksigen dan karbondioksida kapiler alveolus dan kapiler jaringan. Abnormalitas dari langkah-langkah tersebut akan berpengaruh terhadap ketersediaan oksigen di cairan interstisial yang tentunya juga mempengaruhi metabolism sel. 

Ventilasi paru
Merupakan perpindahan udara keluar masuk saluran pernapasan, fungsi utamanya untuk mempertahankan ventilasi alveolus. Perpindahan udara tersebut mengikuti beberapa prinsip. Pertama hokum Boyle, dimana tekanan berbanding terbalik dengan volume. Artinya jika volume paru diperbesar, tekanan udaranya akan menurun sehingga udara dari luar masuk ke paru-paru. Jika volume paru diperkecil, tekanan udaranya naik sehingga udara keluar menuju lingkungan. Kedua, hal demikian terjadi karena udara mengalir dari tekanan tinggi ke rendah. Volume paru bisa diperbesar dan perkecil karena paru diselaputi pleura yang juga melekat pada tulang rusuk dan diapraghma. Jika tulang rusuk dan diapraghma berkontraksi atau relaksasi itu akan mengubah volume paru. Ketiga, compliance terhadap pengisian paru. Dipengaruhi jaringan ikat paru, surfactant, serta mobilitas cavitas thorac. 

Perubahan tekanan selama inspirasi dan ekspirasi
Tekanan intrapulmonal, perbedaan tekanan antara atmosfir dan alveolus menyebabkan udara mengalir. Pada pernapasan biasa perbedaan hanya sekitar 1 mmHg. Tapi saat seseorang bernapas kuat, perbedaannya bisa mencapai -30 mmHg saat inspirasi dan +100 mmHg jika seseorang glottis tertutup. Ekspirasi menjaga tekanan intrapulmonal dan peritoneal meningkat sehingga rupture alveolus ataupun hernia bisa terjadi.
Tekanan intrapleural, tekanan antara pleura parietal dan visceral. Tekanannya sekitar -4 mmHg atau bisa mencapai -18 mmHg saat inspirasi maksimal.


Perpindahan udara tergantung tekanan parsial dan difusi gas
Ventilasi pulmonal menjaga kadar oksigen alveolus dan karbondioksida dari darah keluar ke lingkungan. Proses ini terjadi antara alveolus dan kapiler darah melalui membrane respiratorius.
Udara yang kita hirup mengandung berbagai jenis gas, yang paling banyak adalah nitrogen 78.6 % dari komposisi udara. Oksigen terdapat sekitar 20.9 %, sedangkan sisanya 0.05 % adalah molekul air, dan 0.04 % adalah karbondioksida. Tekanan udara berarti merupakan tekanan yang ditimbulkan gas-gas tersebut sesuai komposisinya terhadap udara. Hal ini dikenal sebagai hukum Dalton. Tekanan parsial suatu gas berarti tekanan suatu gas dalam campurannya dengan gas lain. Dilambangkan dengan P atau p, seperti tekanan parsial oksigen dilambangkan PO2.

Difusi antara liquid dan gas, berbeda dengan tekanan perpindahan molekul gas dari suatu tempat diikuti perpindahannya masuk atau keluar larutan. Pada suhu tertentu, jumlah partikel gas dalam larutan berbanding lurus dengan tekanan parsial gas tersebut. Hal ini dikenal sebagai hukum Henry. Ketika tekanan parsial gas meningkat, molekul gas akan berpindah ke larutan, begitu pula sebaliknya. Ini menjaga jumlah molekul gas dalam larutan berada dalam keseimbangan. Jumlah actual gas dalam larutan pada tekanan dan suhu tertentu bergantung pada kelarutan gas dalam larutan tersebut. Pada cairan tubuh, karbondioksida memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibanding oksigen, sementara nitrogen lebih sukar larut. Ini akan menentukan jumlah gas terlarut yang terkandung dalam plasma darah. Berarti plasma darah mengandung lebih banyak karbondioksida dibanding nitrogen. Di dalam vena pulmonalis, plasma mengandung 2.62 ml/dl CO2, 0.29 ml/dl O2, dan 1.25 ml/dl N2.

Difusi dan fungsi respirasi
Hukum Dalton dan Henry diaplikasikan terhadap difusi oksigen, karbondioksida, dan nitrogen dari dan ke plasma darah. Setelah udara memasuki saluran pernapasan, karakteristiknya mulai berubah. Ketika melewati cavum nasi udara dihangatkan dan diuapkan. Selanjutnya udara dilembabkan dan terus disaring sepanjang saluran pernapasan. Ketika mencapai alveolus, udara tersebut bercampur dengan udara yang sebelumnya masih tersisa di alveolus. Oleh karena itu, udara alveolus mengandung lebih banyak karbondioksida dan sedikit oksigen dibanding udara atmosfer.
Pertukaran udara di membrane respiratorius efisien untuk berbagai alasan berikut:
1)   Perbedaan tekanan parsial antara gas di membrane respiratorius. Semakin tinggi tekanan semakin cepat difusi terjadi. Sebaliknya, jika PO2 alveolus menurun oksigen yang berdifusi ke darah turun. Itulah mengapa banyak orang merasa pusing pada ketinggian 3000 m atau lebih. Tekanan oksigen di alveolusnya turun pesat sehingga oksigen yang diabsorpsi yang juga menurun. 
 2)      Jarak, semakin pendek jarak semakin cepat difusi terjadi. Jarak antara kapiler dan alveolus untuk berdifusi hanya sekitar 0.5 µm. Inflamasi dan penumpukan cairan akan memperlebar jarak difusi.
 3)      Gas larut lemak, oksigen dan karbondioksida berdifusi melewati surfactant, epitel alveolus serta endotel kapiler.
4)      Luas permukaan membrane difusi, semakin luas semakin cepat difusi terjadi. Luas total alveolus sekitar 140 m2. Kerusakan permukaan alveolus seperti yang terjadi pada emphysema akan mengurangi luas permukaan serta efisiensi difusinya.
5)      Koordinasi aliran udara dan aliran darah, jika terjadi emboli ataupun obstruksi paru koordinasi keduanya akan terganggu dan menurunkan efisiensi difusi.



Tekanan parsial udara di alveolus dan kapiler. Darah arteri pulmonalis memiliki PO2 rendah dan PCO2 tinggi, sedangkan alveolus memiliki PO2 tinggi dan PCO2 lebih rendah. Perbedaan tekanan parsial menyebabkan difusi antara keduanya hingga keseimbangan tercapai. Difusi ini terjadi sangat cepat, saat istirahat satu sel darah melewati satu kapiler dalam waktu 0.75 detik, dan turun jadi 0.3 saat kerja. Kecepatannya bergantung pada kapan keseimbangan antara keduanya terjadi.

Tekanan parsial sirkulasi sistemik. Darah teroksigenasi meninggalkan alveolus menuju atrium dextrum dan selanjutnya memasuki sirkulasi sistemik. Vena pulmonalis yang membawa darah ini juga bercampur dengan darah dari zona konduksi yang mengandung sedikit oksigen sehingga PO2 turun menjadi 95 mmHg. Sementara cairan interstisial memiliki PO2 sekitar 40 mmHg, sehingga terjadilah difusi ke cairan interstisial sampai keseimbangan tekanan terjadi. Sedangkan PCO2 jaringan 45 mmHg berhadapan dengan PCO2 kapiler 40 mmHg, sehingga terjadi pula difusi karbondioksida ke kapiler.



Transportasi Oksigen dan Karbondioksida
Oksigen dan karbondioksida memiliki kelarutan yang terbatas dalam plasma darah, contohnya pada keadaan normal 100 mL plasma hanya mengabsorpsi 0.3 mL oksigen. Sebagai solusinya, sel darah merah memiliki kemampuan mengikat oksigen dan karbondioksida. Pengikatan ini reversible, jika kandungan di kapiler tinggi maka ia akan keluar begitu sebaliknya tapi tidak pernah mencapai keseimbangan.
Transportasi oksigen. Setiap 100 mL darah yang meninggalkan kapiler alveolus membawa 20 mL oksigen dengan o.3 mL diantaranya terlarut dalam plasma. Sisanya diikat oleh unit heme dari hemoglobin, masing-masing hemoglobin dapat mengikat 4 molekul oksigen membentuk oxyhemoglobin. Setiap satu sel darah merah memiliki hampir 280 juta hemoglobin yang tiap-tiapnya memiliki 4 unit heme. Ini berarti satu sel darah merah mampu mengangkut lebih dari 1 milyar molekul oksigen. Persentasi unit heme yang berikatan dengan molekul oksigen pada keadaan tertentu disebut saturasi hemoglobin. Hemoglobin yang merupakan protein darah, berubah sebagai respon terhadap lingkungan yang akan mempengaruhi pengikatan oksigen. Beberapa hal yang mempengaruhi diantaranya: 
1)      PO2 darah
Hemoglobin mengikat oksigen sebanding tekanan parsial oksigen darah. Jika tekanan meningkat, maka hemoglobin akan mengikat oksigen, jika tekanan turun hemoglobin akan melepas ikatannya. Kurva saturasi oxygen-hemoglobin menunjukkan hubungan saturasi hemoglobin terhadap PO2 darah.
Hemoglobin akan 90 % jenuh jika PO2 alveolus di bawah 60 mmHg. Sehingga, transport oksigen tetap terjadi ketika kandungan oksigen alveolus di bawah normal. Kemampuan ini membuat kita dapat bertahan pada ketinggian. Sedikit perubahan PO2 akan sangat mempengaruhi kemampuan hemoglobin mengikat oksigen. 
2)      pH darah
Pada PO2 tertentu, hemoglobin melepas O2 jika pH turun. Ini terjadi karena jika pH turun, hemoglobin akan berubah bentuk dan melepas ikatannya dengan oksigen sehingga kurva saturasi oxygen-hemoglobin berubah. Hal ini disebut efek Bohr. Karbondioksida merupakan senyawa utama yang mempengaruhi efek Bohr. Di dalam sel darah merah, enzim carbonicanhydrase akan mengkatalisis reaksi oksigen dengan molekul air dengan reaksi:
Pergeseran reaksi tersebut akan dipengaruhi oleh PCO2. Jika PCO2 tinggi, H+ akan berdifusi ke plasma dan membuat pH darah turun sehingga oksigen dilepas oleh hemoglobin. Sebaliknya jika PCO2 rendah, H+ akan berdifusi ke sel darah merah sehingga pH darah naik dan oksigen diikat kembali.
3)      Suhu
Pada PO2 tertentu, hemoglobin akan melepas oksigen jika suhu naik. Jika darah hangat, hemoglobin akan melepas oksigen sehingga bisa digunakan oleh serat otot yang aktif untuk metabolism.
4)      BPG
Sel darah merah mengandung sedikit mitokondria. Produksi ATP dilakukan melalui proses glikolisis yang juga menghasilkan asam laktat dan biphospho-glycerate (BPG). Jika BPG tinggi, maka oksigen akan dilepas. Sel darah merah normal selalu mengandung BPG. BPG akan tinggi ketika pH naik, sedangkan efek Bohr akan tinggi jika pH turun. Saat PO2 rendah, BPG akan tinggi sehingga pengangkutan oksigen ke jaringa akan tinggi. BPG akan menurunkan usia sel darah merah.

Transportasi karbondioksida. Karbondioksida dihasilkan dari metabolism aerob di jaringan perifer. Karbondioksida dibawa aliran darah melalui 3 cara:
a.       Pembentukan asam karbonat
Sekitar 70 % dari karbondioksida diangkut dalam bentuk asam karbonat, reaksi pembentukannya terjadi di sel darah merah sbb:
Ion hydrogen dan bikarbonat akan mengalami nasib yang berbeda nantinya. Ion hydrogen akan berikatan dengan hemoglobin membentuk HbH+ agar H+ tidak buat ulah dengan menurunkan pH plasma jika dibiarkan berkeliaran. Sementara ion bikarbonat akan pindah ke plasma dengan bantuan mekanisme countertransport yang mempertukarkan ion bikarbonat (HCO-3) dengan ion klorin (Cl-).
b.      Karbondioksida terikat hemoglobin
Sekitar 23 % dari karbondioksida terikat pada gugus amin hemoglobin sebagai karbominohemoglobin dengan reaksi:
c.       Terlarut di plasma
d.      Plasma cepat jenuh akan karbondioksida sehingga hanya 7 % karbondioksida yang bisa terlarut dalam plasma.


REFERENSI:
Martini, F.H., et al.. 2012. Fundamental of Anatomy and Physiology, 9th ed. San Fransisco:Pearson.

 






 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar